(0274) 4469199 iop@unisayogya.ac.id

oleh: Hilmi Z.F Soen, SSt.FT.,M.Sc
Dosen Fisioterapi Manajemen Bencana dan Gawat Darurat
Program Studi Fisioterapi STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

Bencana dan penanggulangan bencana telah menjadi isu yang marak sekali dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia sebagai negara kepulauan berada pada posisi secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis menyebabkan Indonesia sangat rawan terhadap berbagai bencana alam, sehingga sering disebut “supermarket” bencana. Artikel ini secara khusus akan berbicara tentang deskripsi bencana. Peran yang saat ini seharusnya dimainkan oleh fisioterapis dan peran mahasiswa fisioterapi sebagai calon fisioterapis di bencana di masa depan
Draft WCPT (World Confederation for Physical Therapy ) pernyataan tentang posisi fisioterapi dalam Penanggulangan Bencana.

Bencana alam memiliki dampak yang panjang pada orang-orang dari negara-negara yang terkena dampak. Fisioterapi sebagai ahli dalam rehabilitasi fisik harus terlibat dalam kebijakan perencanaan bencana serta penanggulangan bencana. Untuk mencapai hal ini perlu untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk menyadarkan posisi ini dan fisioterapis dididik untuk senantiasa dapat bekerja sebagai responden pertama dalam menghadapi bencana dan untuk membantu melakukan tindakan rehabilitasi masyarakat yang terkena dampak untuk mencapai tingkat tertinggi yang dapat dicapai dalam status kesehatan mereka.

Langkah awal yang dapat diambil adalah menginisiasi pembentukan sebuah tim multidisiplin yang bisa terdiri dari fisioterapis, dokter, pekerja sosial atau masyarakat, seorang aktivis hak asasi manusia, untuk melakukan Rapid Need Assesment (RNA) terhadap daerah yang terkena dampak dan mengembangkan strategi intervensi jangka panjang bisa menjadi langkah pertama dalam proses pengelolaan bencana. Tim harus mengunjungi daerah dan rumah sakit yang terkena, tempat di mana bencana yang terkena dampak pengungsi berada, membuat pusat kesehatan, shift dan tenda bantuan

Peran yang dimainkan oleh fisioterapis

Fisioterapi dapat terlibat dalam semua bidang kerja normal setelah bencana. Ada beberapa peran untuk fisioterapi dalam bantuan bencana karena mereka memiliki keahlian yang unik untuk berkontribusi. Kekuatan utama dari fisioterapi diyakini menjadi fokus fungsional profesi dan kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan menyeluruh kondisi musculoskletal . Gempa Yogyakarta tahun 2006 menjadi bukti pentingnya fisioterapi dalam penanggulangan bencana dari hari pertama. Memberikan rehabilitasi berbasis masyarakat untuk meyelesaikan permasalahan berkaitan dengan gerak dan fungsi akan menjadi peran utama dari fisioterapi dalam menghadapi bencana.
Kelumpuhan atau Paraplegic dan orang-orang dengan beberapa luka-luka di seluruh anggota badan dan tulang belakang, patah tulang dan cacat lainnya akan memerlukan bantuan fisioterapi untuk mengembalikan gerak dan fungsi anggota gerak mereka dalam kehidupan. tanpa intervensi dan bantuan dari seorang fisioterapi, yang lumpuh dan sejenisnya akan berakhir hidupnya hanya di kursi roda. Layanan ini mungkin diperlukan selama sekitar 6 sampai 12 bulan pasca bencana dan itu juga dilakukan di depan pintu rumah orang-orang miskin karena mereka juga mengalami gangguan gerak dan fungsi tapi tidak bisa bolak-balik ke rumah sakit karena biaya yang terbatas.
Fisioterapi dibekali keilmuan yang baik untuk menilai dan mengelola banyak masalah ini dan untuk menjadi pimpinan dan manajer dalam penanganan rehabilitasi fisik untuk memastikan korban mencapai tingkat tertinggi kesehatan sesuai dengan model WHO ICF (International Classification of Functioning, Disability and Health ).
Rekomendasi untuk fisioterapis
1. Fisioterapi harus mampu membina hubungan baik secara intense dengan instansi yang diakui secara internasional / LSM untuk memastikan bahwa layanan profesional dikoordinasikan dan dimasukkan sebagai bagian dari program rancangan pembangunan nasional yang berkelanjutan dalam kerangka manajemen bencana.
2. Mitigasi dan Kesiapsiagaan adalah cara utama untuk mengurangi dampak bencana dan mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis masyarakat/ manajemen harus menjadi prioritas tinggi dalam praktek manajemen fisioterapi.
3. Korban bencana yang mengalami luka fisik dapat di fase awal dapat mendapat perawatan di rumah sakit terdekat, atau pada langkah sementara dilokasi dengan bantuan medis oleh tim bantuan bencana lokal serta organisasi bantuan internasional. Namun kembali ke rumah mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka adalah kepentingan utama bagi para korban. Oleh karena itu penting sekali diperhatikan bahwa layanan fisioterapi disediakan sebagai bagian dari rehabilitasi berbasis masyarakat. Orang-orang biasa dan masyarakat yang kaya serta memiliki pengetahuan yang dapat pergi jauh untuk meningkatkan proses rehabilitasi mereka. Hal ini untuk memastikan bahwa kita menanggapi bencana secara holistik.

Menurut sensus 2009, 30% dari populasi masyarakat Indonesia tinggsl di kots, dan 70% dari populasi masyarakat terpusat di daerah pedesaan. Mereka semua tentu memiliki hak yang sama terhadap pengobatan dan penanganan tindakan intervensi fisioterapi tanpa terkecuali. Oleh karena itu, kami berharap semua anggota Ikatan fisioterapi indonesia, Asosiasi perguruan tinggi fisioterapi indonesia dan mahasiswa fisioterapi untuk senantiasa mendorong kesehatan masyarakat dengan membangun pusat rehabilitasi fisioterapi di pedesaan.
Peran fisioterapi di masa depan dalam penanggulangan bencana
Bencana menjadi momentum titik tolak fisioterapi untuk dapat mengambil kesempatan belajar demi pengembangan keilmuan fisioterapi manajemen bencana lebih lanjut di masyarakat. Dalam bencana di masa depan kelak, fisioterapi akan bermanfaat dalam mengobati dan mencegah cedera para anggota penyelamat atau SAR menggunakan terapi manual dan mengobati kondisi gangguan muskuloskeletal, pasien kritis, pernapasan, dan pasien luka bakar. Beberapa area kompetensi yang unik dari keterampilan yang ditemukan untuk ditawarkan kepada fisioterapis, termasuk menilai dan memperlakukan korban dengan cedera akut, mencegah cedera di antara petugas penyelamat atau SAR, dan mungkin mencegah atau mengurangi beban disfungsi kronis antara pasien setelah fase darurat. Ada peran baru yang ternyata terbuka lebar dalam menanggapi bencana, tetapi nampaknya fisioterapi harus bangkit untuk segera menjadi fisioterapi yang menguasai sains dan knowledge sesuai Evidence Based Practice sebagai profesi mampu manjadi advokat sendiri, dimulai dengan kesadaran individu. Implikasi bagi profesi secara keseluruhan adalah bahwa kebutuhan untuk pelatihan kebencanaan lebih lanjut, harus selalu diakui fisioterapi masih perlu meningkatkan hal ini dan saling berbagi pengalaman yang dapat dituangkan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah fisioterapi.
Seorang fisioterapis dilatih secara profesional di berbagai bidang ini menjadi sarana untuk membuktikan diri bahwa penanganan fisioterapi terbukti efisien untuk menangani pasien dengan berbagai masalah yang muncul kaitannya dengan gerak dan fungsi. Mereka telah menaklukkan sukses di semua bidang. Fisioterapi berpotensi meringankan ganguan gerak dan fungsi yang menjadi masalah pada pasien, dibidang medis secara khusus mampu mewujudkan keseimbangan fungsional secara holistik dan meyeluruh.