(0274) 4469199 iop@unisayogya.ac.id

oleh: Hilmi Z.F Soen, SSt.FT.,M.Sc
Dosen Fisioterapi Manajemen Bencana dan Gawat Darurat
Program Studi Fisioterapi STIKES a�?Aisyiyah Yogyakarta

Indonesia sebagai negara kepulauan berada pada posisi secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis menyebabkan Indonesia sangat rawan terhadap berbagai bencana alam, sehingga sering disebut a�?supermarketa�? bencana. Posisi geografis Indonesia masuk dalam pertemuan tiga lempengan bumi, yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia menyebabkan posisi negara labil, mudah bergeser, dan tentu saja rawan bencana gempa bumi, tsunami dan longsor. Secara geografis, Indonesia juga terletak di daerah cincin api atau yang dikenal dengan a�?ring of firea�? terdapat 187 gunung api berderet dari barat ke timur. Disamping itu, posisi geografis Indonesia berada pada daerah yang ditandai dengan gejolak cuaca dan fluktuasi iklim dinamis yang menyebabkan Indonesia rawan bencana alam kebumian seperti badai, topan, siklon, tropis dan banjir.

Disamping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, kompleksitas kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografis seperti kepadatan penduduk dan segi ekonomi seperti kemiskinan yang masih tinggi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana alam. Saat ini Indonesia menempati rangking pertama dari 265 negara di dunia terhadap tsunami dan rangking pertama dari 162 negara untuk tanah longsor, serta rangking ke-3 dari 135 negara terhadap resiko gempa bumi, dan rangking ke-6 dari 162 negara untuk resiko bencana banjir. Berkembangnya pengetahuan mendorong timbulnya pandangan bahwa bencana adalah merupakan proses geofisik, geologi, dan hidrometeorologi yang dapat mempengaruhi lingkungan fisik dan membahayakan kehidupan manusia.
Pandangan konvensional paradigma penanggulangan bencana berkembang ke arah pandangan yang lebih progressif yang lebih melihat bencana sebagai suatu bagian dari pembangunan dan bencana adalah masalah yang tidak berhenti. Oleh karena itu penanggulangan bencana tidak dapat dilepaskan dari masalah pembangunan sehingga upaya yang dilakukan adalah mengintegrasikan program pembangunan dengan penanggulangan bencana. Bencana-bencana pada dasarnya adalah suatu isu pembangunan, mayoritas terbanyak dari para korban dan pengaruh-pengaruh bencana diderita di negara-negara yang sedang berkembang. Prestasi-prestasi pembangunan dapat terhapus lenyap oleh suatu bencana besar dan pertumbuhan ekonomi mengalami kemunduran. Promosi mitigasi bencana dalam proyek-proyek dan akitifitas-aktifitas perencanaan pembangunan dapat melindungi prestasi-prestasi pembangunan dan membantu masyarakat dalam melindungi diri mereka sendiri terhadap pengaruh-pengaruh bencana.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi dekade tahun 1990an sebagai Dekade International untuk Pengurangan Bencana Alam. Peran sentral PBB didalam mendorong pemerintah-pemerintah nasional dan badan-badan non pemerintah untuk menangani isu-isu yang terkait dengan bencana lewat proyek-proyek yang dipusatkan secara langsung pada pengurangan dampak-dampak bahaya dan lewat penggabungan resiko kesadaran sebagai bagian dari operasi normal dari proyek-proyek pembangunan. Suatu analogi yang bermanfaat dengan ilmu pengetahuan yang berkembang belakangan ini dari mitigasi bencana adalah pelaksanaan tindakan kesehatan secara umum yang sudah dimulai pada pertengahan abad 19, sebelum masa itu kondisi tuberkulosis, tipus, kolera, desentri, cacar dan banyak penyakit lain menjadi penyebab utama kematian dan cenderung manganggap epidemi penyakit semakin meningkat sejalan dengan pembangunan industri dan meningkatnya konsentrasi populasi.
Pada saat para ilmuwan semakin memahami apa yang menyebabkan timbulnya penyakit saat itu, maka makin menguatkan kepercayaan bahwa penyakit dapat dicegah dan secara berangsur-angsur konsep perlindungan umum terhadap penyakit menjadi oase segar ditengah munculya berbagai takhayul, mitologi, dan sejumlah fatalisme tertentu yang menjadi respon publik terhadap kondisi bencana. Jelaslah bahwa sanitasi, pembersihan cadangan air di tempat penampungan, pembuangan sampah dan kesehatan secara umum adalah isu-isu penting terhadap perlindungan kesehatan. Para ahli sejarah sosial menyebut hal ini sebagai a�?Revolusi Sanitaria�? . Pengumpulan dan pembuangan sampah diatur, membuang dan mengelola sampah dengan sistem yang terintegrasi dengan pembangunan nasional, prilaku dan sikap masyarakat berubah dari fatalisme sebelumnya tentang penyakit menjadi a�?Budaya perlindungan kesehatana�? saat setiap individu menjadi harus berpartisipasi aktif dalam mengurangi resiko dari penyakit tersebut.
Cara pandang baru terhadap pengelolaan bencana ini juga kemudian dijadikan kesepakatan international melalui kerangka Aksi Hygo 2005-2015 yang diadopsi oleh Konfrensi Dunia untuk Pengurangan Bencana atau yang dikenal dengan World Conference on Disaster Reduction (WCDR) yang ditandatangani 168 negara dan badan-badan multilateral. Pada paradigma ini, masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan resiko bencana dengan mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (Local Wisdom) dan pengetahuan tradisional (Tradisional Knowledge) yang ada dan berkembang di masyarakat. Perubahan paradigma tersebut merubah pandangan tentang bencana dan pengelolaannya mengarah pada pendekatan baru melalui manajemen resiko. Pendekatan ini mengharuskan setiap individu dalam masyarakat untuk memahami situasi dan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman serta kapasitas yang dimiliki untuk menekan resiko seminimal mungkin.
Pendekatan pengurangan resiko ini merupakan sebuah usaha atau ikhtiar untuk lebih sensitif dalam memahami lingkungan. Bencana tidak lagi hanya menjadi pengetahuan, peringatan dan bentuk kepedulian saat terjadinya saja, akan tetapi pengetahuan akan ancaman bencana dan kemampuan menghadapi serta mengelola bencana menjadi kegiatan yang terus-menerus dilakukan seiring berjalannya proses pembangunan nasional. Dalam momentum Bulan Suci Ramadhan ini kita kembali meperdalam pemahaman kita tentang ayat dalam Al-Qura��an yang berpesan untuk senantiasa berikhtiar sebagai upaya mengubah nasib Q.S Ar-Raa��du ayat 11 . a�?Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali dari kaum itu sendiria�?. Serta usaha manusia untuk belajar dan memahami lingkungan mereka dan bersungguh-sungguh dalam setiap usaha kearah kebaikan, maka pasti Allah akan tunjukkan jalan-jalan (kebaikan) Q.S Al-Ankabut ayat 69, dan senantiasa ingatlah bahwa apa-apa yang menimpa manusia dari kebaikan itu datangnya dari Allah SWT dan apa-apa yang menimpa manusia dari keburukan datangnya dari manusia itu sendiri