(0274) 4469199 iop@unisayogya.ac.id

Oleh: Mufdlilah, M.Sc

Manusia butuh aktualisasi diri dengan bekerja. Tidak terkecuali wanita yang selama ini bekerja baik sektor publik maupun bisnis telah menjadi tumpuan harapan keluarga. Kondisi wanita bekerja tersebut sering menjadi masalah apabila yang bersangkutan akan mengambil haknya untuk cuti disaat akan melahirkan atau istilah dalam kepegawaian adalah cuti hamil.

Selama ini, cuti hamil yang diberikan oleh instansi tempat para wanita bekerja rata-rata hanya selama 3 (tiga) bulan. Cuti hamil dan melahirkan diatur oleh UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUK). Isi UUK tersebut adalah sebagai berikut:
a�?Pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan atau kurang lebih 45 hari kalender sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidana�?
Para ibu yang bekerja ini idealnya diberikan waktu cuti melahirkan minimal enam bulan oleh instansi tempat mereka bekerja. Hal ini dikarenakan agar para ibu bisa memberikan hak-hak kepada bayi yang baru dilahirkan dengan pemberian ASI Eksklusif. Kebijakan ini perlu diberikan mengingat bahwa generasi bangsa ke depan diharapkan akan menjadi generasi yang kuat baik fisik maupun mentalnya. Hal ini dikarenakan telah mendapatkan kesempatan istimewa dengan diberikannya ASI Eksklusif oleh ibunya.
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2012 tentang PemberianA� Air Susu Ibu Eksklusif.A� PP Pemberian ASI Eksklusif iniA� merupakanA� penjabaran dari Undang-undang KesehatanA� nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 129, ayat 1 a�?Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusifa�?. Dan ayat 2 : a�?ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintaha�?. Artinya, ketika hal ini dijadikan landasan yuridis dan konstitusional dalam penerapan kebijakan pemberian cuti selama enam bulan, sudah cukup kuat.
Selain itu, dari perspektif agama, Islam juga menyoroti secara khusus kaitannya dengan ibu menyusui yang tertuang dalam terjemahan Surat al-Baqarah 233 berikut ini:
a�?Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara maa��ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.a�?[Surat Al Baqarah ayat 233].
Tujuan pemberian ASI Eksklusif sebagaimana diatur dalam PP nomor 33 tahun 2012 dan juga Surat al-Baqarah 233 ini adalah menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak lahirA� sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eskklusif kepada bayinya dan meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya di singkat ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak lahir selama 6 (enam) bulan, tampa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. PP nomor 33 tahun 2013 juga mengajak banyak pihak untuk mendukungnya: Meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Cuti hamil dan melahirkan yang hanya tiga bulan serta kewajiban para ibu untuk memberikan ASI eksklusif dapat menimbulkan konflik. Konflik muncul apabila terdapat adanya ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan/ atau terdapat antagonisme- antagonisme emosional. Konflik-konflik substantif meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti misalnya: tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan pekerjaan. Konflik emosional timbul karena perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan kepribadian.
Konflik sosial adalah persemaian yang subur bagi terjadinya perubahan sosial, orang yang menganggap situasi yang dihadapinya tidak adil atau yang menganggap kebijakan yang berlaku saat ini salah biasanya mengalami pertentangan, tatanan atuan yang berlaku sebelumnya. Kondisi sosial juga menfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan kebanyakan konflik tidak berakhir dengan kemenangan disalah satu pihak dan kekalahan di pihak lain.
Dalam kasus konflik antara pemilik instansi penyedia kerja, baik pemerintah maupun swasta versus para pekerja perempuan yang secara alamiah akan mengalami kehamilan hingga persalinan dan pasca-persalinan bisa dilihat bahwa sebenarnya terjadi konflik batin yang selalu terjadi. Secara manusiawi, setiap orang ingin beraktualisasi seperti halnya digambarkan dalam diagram tertinggi Maslow, termasuk di dalamnya aktualisasi diri di dalam pekerjaan. Namun, bagi perempuan terkadang sering dihadapkan masa-masa sulit ketika mulai hamil. Mereka sering dilema dengan pilihan fokus mengandung, melahirkan hingga mengasuh anak hingga enam bulan atau bahkan dua tahun dengan konsekwensi kehilangan pekerjaan atau tetap mengambil haknya yang hanya dua bulan untuk menjalankan peran keibuan mereka.
Tidak sedikit akhirnya yang benar-benar mengundurkan diri (resign) dari pekerjaannya demi memilih mempersiapkan perannya sebagai ibu dengan baik. Apabila dilihat, instansi penyedia kerja hari ini di Indonesia memang sering kali hanya memberi cuti hamil yang sangat terbatas. Artinya mereka kurang peduli dengan apa yang seharusnya para pekerja perempuan dapatkan. Konflik ini sering kali terjadi dan belum ada solusi yang kongkrit untuk menyelesaikannya karena memang menyangkut kepentingan instansi penyedia pekerjaan atas ketersediaan sumber dayanya termasuk para perempuan. Selama ini baru hal ini pertimbangan pemerintah dan belum mempertimbangkan hak-hak perempuan secara khusus.

DAFTAR PUSTAKA
tt. a�?Sukses Menyusui Saat Bekerjaa�?. Dalam idai.or.id/…/asi/sukses-menyusui-saat-bekerja-2.html.
tt. a�?Pemberian ASI Ekslusifa�?. Dalam www.stialanbandung.ac.id/index.php.
Al-Qura��an Surat al-Baqarah (2) Ayat 233.
Keputusan Konvensi ILO Nomor 183 Tahun 2000.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/MENKES/X/2003 Tentang a�?Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kotaa�?.
Lalu Husni. 2004. Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: Raja Grafindo.
M. Mukhsin Jamil. 2007. Mengelola Konflik Membangun Damai. Semarang: Walisongo Mediation Centre.
Peg Pickering. 2006 How To manage Conflict. Jakarta: Esensi
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang a�?Kewajiban Ibu Memberikan ASI pada Bayinya Secara Ekslusifa�?.
Pruit, Dean G. dan Rubin, Jeffrey Z . 2011. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.
Winardi. 2007. Managemen Konflik. Bandung: Mandar Maju.